Senin, 09 Desember 2013

Padang (West Sumatera) Indonesia




Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera sekaligus ibu kota dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini memiliki wilayah seluas 694,96 km² dengan kondisi geografi berbatasan dengan laut namun memiliki daerah perbukitan yang ketinggiannya mencapai 1.853 mdpl. Berdasarkan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) tahun 2012, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 871.534 jiwa yang didominasi oleh etnis Minangkabau dan mayoritas masyarakat di kota ini menganut agama Islam.

Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ini ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari terjadinya pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Selama penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Saat ini Kota Padang menjadi pusat perekonomian dengan jumlah pendapatan per kapita tertinggi di Sumatera Barat. Selain itu, kota ini juga menjadi pusat pendidikan dan kesehatan di wilayah Sumatera bagian tengah, disebabkan keberadaan sejumlah perguruan tinggi (termasuk Universitas Andalas, kampus tertua di luar Pulau Jawa) dan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap. Di kalangan masyarakat Indonesia, nama kota ini banyak dikenal sebagai sebutan lain untuk etnis Minangkabau, dan juga digunakan untuk menyebut masakan khas mereka yang umumnya dikenal sebagai masakan Padang.

SEJARAH
Tidak ada data yang pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang. Diperkirakan kota ini pada awalnya berupa sebuah lapangan atau dataran yang sangat luas sehingga dinamakan Padang. Dalam bahasa Minang, kata padang juga dapat bermaksud pedang. Menurut tambo setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari Dataran Tinggi Minangkabau (darek). Tempat permukiman pertama mereka adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang sekarang bernama Seberang Padang. Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan sepanjang pesisir barat Sumatera berada di bawah pengaruh Kerajaan Pagaruyung. Namun, pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.[8][9]
Kehadiran bangsa asing di Kota Padang diawali dengan kunjungan pelaut Inggris pada tahun 1649. Kota ini kemudian mulai berkembang sejak kehadiran bangsa Belanda di bawah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan luhak. Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun pelabuhan dan permukiman baru di pesisir barat Sumatera untuk memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau. Selanjutnya pada tahun 1668, VOC berhasil mengusir pengaruh Kesultanan Aceh dan menanamkan pengaruhnya di sepanjang pantai barat Sumatera, sebagaimana diketahui dari surat Regent Jacob Pits kepada Raja Pagaruyung yang berisi permintaan dilakukannya hubungan dagang kembali dan mendistribusikan emas ke kota ini. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 7 Agustus 1669 terjadi pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Meski dapat diredam oleh VOC, peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai tahun lahir Kota Padang.

Beberapa bangsa Eropa silih berganti mengambil alih kekuasaan di Kota Padang. Pada tahun 1781, akibat rentetan Perang Inggris-Belanda Keempat, Inggris berhasil menguasai kota ini. Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Paris pada tahun 1784 kota ini dikembalikan kepada VOC. Pada tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut dari Perancis yang bermarkas di Mauritius bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Perancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan. Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Pada tahun 1837, pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah Pesisir Barat Sumatera (Sumatra's Westkust) yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang. Selanjutnya kota ini menjadi daerah gemeente sejak 1 April 1906 setelah keluarnya ordonansi (STAL 1906 No.151) pada 1 Maret 1906.

Menjelang masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang telah ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia. Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.

Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun, pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui Pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan. Pada 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui surat keputusan Presiden RIS nomor 111. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur Sumatera Tengah waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950 menetapkan Kota Padang sebagai daerah otonom. Wilayah kota diperluas, sementara status kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Wali kota Padang.

Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Kemudian, setelah menampung segala aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah.[24] Saat ini, Kota Padang sedang diusulkan untuk berubah status menjadi kota metropolitan. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012, wilayah Metropolitan Padang meliputi Kota Padang, Lubuk Alung (Kabupaten Padang Pariaman), Kota Pariaman, Arosuka (Kabupaten Solok), Kota Solok, dan Painan (Kabupaten Pesisir Selatan).

GEOGRAFI
Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatera, dengan luas keseluruhan 694,96 km² atau setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat. Lebih dari 60% luas Kota Padang (± 434,63 km²) merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sementara selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah (di antaranya yaitu Pulau Sikuai dengan luas 4,4 ha di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Pulau Toran seluas 25 ha dan Pulau Pisang Gadang di Kecamatan Padang Selatan). Daerah perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di Kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran.

Ketinggian di wilayah daratan Kota Padang sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Suhu udaranya cukup tinggi, yaitu antara 23 °C–32 °C pada siang hari dan 22 °C–28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar antara 78%–81%. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan. Tingginya curah hujan membuat kota ini cukup rawan terhadap banjir. Pada tahun 1980 2/3 kawasan kota ini pernah terendam banjir karena saluran drainase kota yang bermuara terutama ke Batang Arau tidak mampu lagi menampung limpahan air tersebut.
 



sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar